MENJELASKAN PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI
ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi manusiawinya. Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang harus dibayar lebih mahal.
Masalah nilai kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, menyangkut perdebatan sengit dalam menduduk perkarakan nilai dalam kaitannya dengan ilmu dan teknologi. Sehingga kecenderungan sekarang ada dua pemikiran yaitu : yang menyatakan ilmu bebas nilai dan yang menyatakan ilmu tidak bebas nilai. Sebenarnya yang penting dalam permasalahan itu dapat dinyatakan. Sikap lain terhadap permasalahan ini ada yang menyatakan kita tidak perlu mengaitkan antara ilmu dan nilai. Pendapat yang terakhir ini, kurang dapat dipertanggungjawabkan, mengingat nilai atau moral merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan manusia, dan kita sudah merasakan dan melihat akibat tidak terkaitnya nilai atau moral dengan ilmu pengetahuan atau teknologi.
Pembicaraan selanjutnya adalah kaitan teknologi dan nilai. Namun sebelumnya, perlu menelusuri kaitan ilmu dan teknologi sebelum memahami kaitan teknologi dan nilai. Seperti kita maklumi, selain ilmu dasar ada juga ilmu terapan. Tujuan ilmu terapan ini adalah untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah-masalah praktis, sekaligus memenuhi kebutuhannya. Tentu saja ilmu terapan ini banyak alternatif-alternatif dan perlu dialihragamkan (transformasikan) menjadi bahan, atau peranti, atau prosedur, atau teknik pelaksanaan suatu proses pengolahan menjadi mudah dimanfaatkan manusia dan melaksanakan produksi massal. Tindak lanjut dan hasil seperti demikian (hasil kegiatan ilmu terapan) inilah yang disebut teknologi. Apa pun arah dan kepada siapa diterapkannya teknologi, bergantung dari si penguasa teknologi dan nilai atau moral yang dimilikinya.
Kaitan ilmu dan teknologi dengan nilai atau moral, berasal dari ekses penerapan ilmu dan teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap ilmuwan dibagi menjadi dua golongan :
1) Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun secara aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau tujuan buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi.
2) Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asas moral atau nilai-nilai. golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan.
Nampaknya ilmuwan golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan "pelacuran" dibidang ilmu dan teknologi, dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
Dampak dari perkembangan pesat ilmu dan teknologi lebih banyakdirasakan di negara-negara dunia ketiga (berkembang), dirasakan ilmu dan teknologi menguasai manusia, kebudayaan dan alam sendiri.
Sistem-sistem teknologi yang dikendalikan oleh kelompok asing, telahdengan seenaknya mengubur dan mematikan kekuatan kerajinan rakyat tradisional. Kebudayaan tradisional dan nilai-nilai yang dulu dijunjung tinggi, sedikit demi sedikit luntur akibat perkembangannya ilmu dan teknologi.
Kearifan masyarakat tradisional dalam menjaga keseimbangan dengan lingkungan alam, dirusak oleh kebijaksanaan eksploitasi yang dimotivasi oleh ilmu dan kecanggihan teknologi.
Rangkaian pengembangan ilmu dan teknologi yang dimulai dengan : penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi dan penerapan teknologi, mau tidak mau harus dilanjutkan dengan evaluasi ethis-politis-religius. Alvin Toffler (1970), mengatakan jangan menyepelekan anjuran pengendalian teknologi melalui filter kelembagaan
masyarakat seperti nilai dan moral, sebab kurangnya kendali demikian konsekuensinya jauh lebih buruk. Upaya untuk menjinakkan teknologi di antaranya
- Mempertimbangkan atau kalau perlu mengganti kriteria utama dalam menolak atau menerapkan suatu inovasi teknologi yang didasarkan pada keuntungan ekonomis atau sumbangannya kepada pertumbuhan ekonomi.
- Pada tingkat konsekuensi sosial, penerapan teknologi harus merupakan hasil kesepakatan ilmuan sosial dari berbagai disiplin ilmu
MENJELASKAN PENGERTIAN ILMU KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa, dan motivasi fun damental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Garis kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal:
(1) persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan, (2) posisi manusia dalam lingkungan sekitar, dan (3) kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.
Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikategorikan kedalam tiga unsur: (1) kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang, (2) kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam, dan (3) kemiskinan buatan. Yang relevan dalam hal ini adalah kemiskinan buatan, buatan manusia terhadap manusia pula yang disebut dengan kemiskinan struktural.Itulah kemiskinan yang timbul oleh dan dari struktur-struktur (buatan manusia), baik struktur ekonomi, politik, sosial, maupun kultur.
Kemiskinan buatan ini, selain ditimbulkan oleh struktur ekonomi, politik, sosial, dan kultur, jgua dimanfaatkan oleh sikap "penenangan" atau "nrimo", memandang kemiskinan sebagai nasib, malahan sebagai takdir Tuhan.
Kemiskinan menjadi suatu kebudayaan (culture of provierty) atau suatu subkultur, yang mempunyai struktur dan way of life yang telah menjadi turun-temurun melalui jalur keluarga. Kemiskinan (yang membudaya) itu disebabkan oleh dan selama proses perubahan sosial secara fundamental, seperti transisi dari feodalisme ke kapitalisme, perubahan teknologi yang cepat, kolonialisme, dsb. Obatnya tidak lain adalah revolusi yang sama radikal dan meluasnya.
Karena kemiskinan di antaranya disebabkan oleh struktur ekonomi, maka terlebih dahulu perlu memahami inti pokok dari suatu "struktur". Inti pokok dari struktur adalah realisasi hubungan antara suatu subjek dan objek, dan antara subjek-subjek komponen-komponen yang merupakan bagian dan suatu sistem. Maka permasalahan struktur yang penting dalam hal ini adalah pola relasi. Ini mencakup masalah kondisi dan posisi komponen (subjek-subjek) dari struktur yang bersangkutan dalam keseluruhan tata susunan atau sistem dan fungsi dari subjek atau komponen tersebut dalam keseluruhan fungsi dan sistem.
Pola relasi dari struktur ini, yang urgen adalah struktur dalam soal sosial-ekonomi meskipun struktur lainnya menentukan. Pola relasi dalam struktur sosial ekonomi ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pola relasi antara manusia (subjek) dengan sumber-sumber kemakmuran
ekonomi seperti alat-alat produksi, fasilitas-fasilitas negara, perbankan,
dan kekayaan sosial. Apakah ini dimiliki, disewa, bagi-hasil, gampang
atau sulit bagi atau oleh subjek tersebut.
b. Pola relasi antara subjek dengan hasil produksi. Ini menyangkut masalah
distribusi hasil, apakah memperoleh apa yang diperlukan sesuai dengan
kelayakan derajat hidup manusiawi.
.....::::: STUDI KASUS :::::....
Angka terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS| menyebutkan,sebanyak 17,2 persen atau 37,4 juta jiwa rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan Bahkan, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengungkapkan, jumlah orang miskin di negeri ini hampir 40 juta orang.
Banyaknya jumlah rakyat miskin, apalagi ditambah korban berbagai bencana, dapat berpotensi menciptakan permasalahan sosial berupa tindak kejahatan seperti premanisme, pencurian, perampokan, dan pelacuran. Kalau kondisi ini terus berlangsung, ketenteraman di masyarakat akan berkurang sehingga bisa mengganggu aktivitas mereka.
Lebih lanjut, kemiskinan akan menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan kehormatan di mata bangsa lain. Kemiskinan juga bisa menyebabkan bangsa ini tak mandiri dan harus bergantung pada negara lain lewat utang yang mereka berikan. Lingkaran setan kemiskinan juga bisa menyebabkan bangsa kita tak pernah keluar dari masalah yang dihadapinya.
Di satu sisi, dengan kian meningkatnya penduduk yang jatuh miskin karena krisis perekonomian nasional dan beberapa bencana, tentunya pemerintah harus makin serius mengatasinya. Namun, di sisi lain, tentu masalah nasional tersebut tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah, tetapi masyarakat juga harus ikut mengusahakan dan mendukung demi perbaikan bersama.
OPINI : mengatasi kemiskinan ialah dengan berkoperasi Konkretnya, kita perlu meng-koperasikan orang-orang miskin Mengapa pilihannya koperasi? Sebab, untuk mendirikan kegiatan usaha koperasi, tak harus menggunakan modal besar Artinya, kegiatan usaha koperasi bisa disesuaikan dengan kemampuan anggotanya dan aktivitas yang dilakukan disesuaikan dengan masalah yang dihadapi anggota itu sendiri Bagi orang-orang yang memiliki kemampuan terbatas, baik dalam arti uang maupun keahlian, tentunya akan sulit apabila mendirikan usaha sendiri, sehingga akan lebih baik jika mereka membuat usaha bersama dalam bentuk koperasi.
Itu karena koperasi merupakan perkumpulan orang, bukan hanya mengandalkan modal. Ini bukan berarti modal tak diperlukan, namun yang didahulukan adalah orangnya. Seperti didefinisikan Mohammad Hatta, koperasi adalah persekutuan kaum lemah untuk membela keperluan hidupnya dengan biaya yang semurah-murahnya dan mendahulukan kepentingan bersama, bukan demi keuntungan.
Itu karena koperasi merupakan perkumpulan orang, bukan hanya mengandalkan modal. Ini bukan berarti modal tak diperlukan, namun yang didahulukan adalah orangnya. Seperti didefinisikan Mohammad Hatta, koperasi adalah persekutuan kaum lemah untuk membela keperluan hidupnya dengan biaya yang semurah-murahnya dan mendahulukan kepentingan bersama, bukan demi keuntungan.
0 komentar:
Silakan Bekomentar.!!!
Semakin banyak berkomentar, semakin banyak backlink, semakin cinta Search Engine terhadap blog anda
:7: :8: :9: :10: :11: :12:
Posting Komentar