BAB 9 ILMU PENGETHUAN,TEKNOLOGI & KEMISKINAN


MENJELASKAN PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI


ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi manusiawinya. Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang harus dibayar lebih mahal. 

Masalah nilai kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, menyangkut perdebatan sengit dalam menduduk perkarakan nilai dalam kaitannya dengan ilmu dan teknologi. Sehingga kecenderungan sekarang ada dua pemikiran yaitu : yang menyatakan ilmu bebas nilai dan yang menyatakan ilmu tidak bebas nilai. Sebenarnya yang penting dalam permasalahan itu dapat dinyatakan. Sikap lain terhadap permasalahan ini ada yang menyatakan kita tidak perlu mengaitkan antara ilmu dan nilai. Pendapat yang terakhir ini, kurang dapat dipertanggungjawabkan, mengingat nilai atau moral merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan manusia, dan kita sudah merasakan dan melihat akibat tidak terkaitnya nilai atau moral dengan ilmu pengetahuan atau teknologi.

Pembicaraan selanjutnya adalah kaitan teknologi dan nilai. Namun sebelumnya, perlu menelusuri kaitan ilmu dan teknologi sebelum memahami kaitan teknologi dan nilai. Seperti kita maklumi, selain ilmu dasar ada juga ilmu terapan. Tujuan ilmu terapan ini adalah untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah-masalah praktis, sekaligus memenuhi kebutuhannya. Tentu saja ilmu terapan ini banyak alternatif-alternatif dan perlu dialihragamkan (transformasikan) menjadi bahan, atau peranti, atau prosedur, atau teknik pelaksanaan suatu proses pengolahan menjadi mudah dimanfaatkan manusia dan melaksanakan produksi massal. Tindak lanjut dan hasil seperti demikian (hasil kegiatan ilmu terapan) inilah yang disebut teknologi. Apa pun arah dan kepada siapa diterapkannya teknologi, bergantung dari si penguasa teknologi dan nilai atau moral yang dimilikinya. 


Kaitan ilmu dan teknologi dengan nilai atau moral, berasal dari ekses penerapan ilmu dan teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap ilmuwan dibagi menjadi dua golongan : 


1) Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun secara aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau tujuan buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi. 


2) Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asas moral atau nilai-nilai. golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan. 


Nampaknya ilmuwan golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan "pelacuran" dibidang ilmu dan teknologi, dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. 


Dampak dari perkembangan pesat ilmu dan teknologi lebih banyakdirasakan di negara-negara dunia ketiga (berkembang), dirasakan ilmu dan teknologi menguasai manusia, kebudayaan dan alam sendiri. 


Sistem-sistem teknologi yang dikendalikan oleh kelompok asing, telahdengan seenaknya mengubur dan mematikan kekuatan kerajinan rakyat tradisional. Kebudayaan tradisional dan nilai-nilai yang dulu dijunjung tinggi, sedikit demi sedikit luntur akibat perkembangannya ilmu dan teknologi. 




Kearifan masyarakat tradisional dalam menjaga keseimbangan dengan lingkungan alam, dirusak oleh kebijaksanaan eksploitasi yang dimotivasi oleh ilmu dan kecanggihan teknologi. 


Rangkaian pengembangan ilmu dan teknologi yang dimulai dengan : penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi dan penerapan teknologi, mau tidak mau harus dilanjutkan dengan evaluasi ethis-politis-religius. Alvin Toffler (1970), mengatakan jangan menyepelekan anjuran pengendalian teknologi melalui filter kelembagaan 


masyarakat seperti nilai dan moral, sebab kurangnya kendali demikian konsekuensinya jauh lebih buruk. Upaya untuk menjinakkan teknologi di antaranya


- Mempertimbangkan atau kalau perlu mengganti kriteria utama dalam menolak atau menerapkan suatu inovasi teknologi yang didasarkan pada keuntungan ekonomis atau sumbangannya kepada pertumbuhan ekonomi. 


- Pada tingkat konsekuensi sosial, penerapan teknologi harus merupakan hasil kesepakatan ilmuan sosial dari berbagai disiplin ilmu

MENJELASKAN PENGERTIAN ILMU KEMISKINAN


Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa, dan motivasi fun damental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur. 
Garis kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal: 
(1) persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan, (2) posisi manusia dalam lingkungan sekitar, dan (3) kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.

Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikategorikan kedalam tiga unsur: (1) kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang, (2) kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam, dan (3) kemiskinan buatan. Yang relevan dalam hal ini adalah kemiskinan buatan, buatan manusia terhadap manusia pula yang disebut dengan kemiskinan struktural.Itulah kemiskinan yang timbul oleh dan dari struktur-struktur (buatan manusia), baik struktur ekonomi, politik, sosial, maupun kultur. 

Kemiskinan buatan ini, selain ditimbulkan oleh struktur ekonomi, politik, sosial, dan kultur, jgua dimanfaatkan oleh sikap "penenangan" atau "nrimo", memandang kemiskinan sebagai nasib, malahan sebagai takdir Tuhan. 
Kemiskinan menjadi suatu kebudayaan (culture of provierty) atau suatu subkultur, yang mempunyai struktur dan way of life yang telah menjadi turun-temurun melalui jalur keluarga. Kemiskinan (yang membudaya) itu disebabkan oleh dan selama proses perubahan sosial secara fundamental, seperti transisi dari feodalisme ke kapitalisme, perubahan teknologi yang cepat, kolonialisme, dsb. Obatnya tidak lain adalah revolusi yang sama radikal dan meluasnya. 

Karena kemiskinan di antaranya disebabkan oleh struktur ekonomi, maka terlebih dahulu perlu memahami inti pokok dari suatu "struktur". Inti pokok dari struktur adalah realisasi hubungan antara suatu subjek dan objek, dan antara subjek-subjek komponen-komponen yang merupakan bagian dan suatu sistem. Maka permasalahan struktur yang penting dalam hal ini adalah pola relasi. Ini mencakup masalah kondisi dan posisi komponen (subjek-subjek) dari struktur yang bersangkutan dalam keseluruhan tata susunan atau sistem dan fungsi dari subjek atau komponen tersebut dalam keseluruhan fungsi dan sistem. 

Pola relasi dari struktur ini, yang urgen adalah struktur dalam soal sosial-ekonomi meskipun struktur lainnya menentukan. Pola relasi dalam struktur sosial ekonomi ini dapat diuraikan sebagai berikut : 
a. Pola relasi antara manusia (subjek) dengan sumber-sumber kemakmuran
ekonomi seperti alat-alat produksi, fasilitas-fasilitas negara, perbankan,
dan kekayaan sosial. Apakah ini dimiliki, disewa, bagi-hasil, gampang
atau sulit bagi atau oleh subjek tersebut. 
b. Pola relasi antara subjek dengan hasil produksi. Ini menyangkut masalah
distribusi hasil, apakah memperoleh apa yang diperlukan sesuai dengan
kelayakan derajat hidup manusiawi.






.....::::: STUDI KASUS :::::....






Angka terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS| menyebutkan,sebanyak 17,2 persen atau 37,4 juta jiwa rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan Bahkan, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengungkapkan, jumlah orang miskin di negeri ini hampir 40 juta orang.

Banyaknya jumlah rakyat miskin, apalagi ditambah korban berbagai bencana, dapat berpotensi menciptakan permasalahan sosial berupa tindak kejahatan seperti premanisme, pencurian, perampokan, dan pelacuran. Kalau kondisi ini terus berlangsung, ketenteraman di masyarakat akan berkurang sehingga bisa mengganggu aktivitas mereka.

Lebih lanjut, kemiskinan akan menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan kehormatan di mata bangsa lain. Kemiskinan juga bisa menyebabkan bangsa ini tak mandiri dan harus bergantung pada negara lain lewat utang yang mereka berikan. Lingkaran setan kemiskinan juga bisa menyebabkan bangsa kita tak pernah keluar dari masalah yang dihadapinya.

Di satu sisi, dengan kian meningkatnya penduduk yang jatuh miskin karena krisis perekonomian nasional dan beberapa bencana, tentunya pemerintah harus makin serius mengatasinya. Namun, di sisi lain, tentu masalah nasional tersebut tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah, tetapi masyarakat juga harus ikut mengusahakan dan mendukung demi perbaikan bersama.


OPINI : mengatasi kemiskinan ialah dengan berkoperasi Konkretnya, kita perlu meng-koperasikan orang-orang miskin Mengapa pilihannya koperasi? Sebab, untuk mendirikan kegiatan usaha koperasi, tak harus menggunakan modal besar Artinya, kegiatan usaha koperasi bisa disesuaikan dengan kemampuan anggotanya dan aktivitas yang dilakukan disesuaikan dengan masalah yang dihadapi anggota itu sendiri Bagi orang-orang yang memiliki kemampuan terbatas, baik dalam arti uang maupun keahlian, tentunya akan sulit apabila mendirikan usaha sendiri, sehingga akan lebih baik jika mereka membuat usaha bersama dalam bentuk koperasi.

Itu karena koperasi merupakan perkumpulan orang, bukan hanya mengandalkan modal. Ini bukan berarti modal tak diperlukan, namun yang didahulukan adalah orangnya. Seperti didefinisikan Mohammad Hatta, koperasi adalah persekutuan kaum lemah untuk membela keperluan hidupnya dengan biaya yang semurah-murahnya dan mendahulukan kepentingan bersama, bukan demi keuntungan.






BAB 8 PERTENTANGAN-PERTENTANGAN SOSIAL & INTERGRASI MASYARAKAT

KEPENTINGAN INDIVIDU UNTUK DIBUTUHKAN ORANG LAIN


Kebutuhan Hidup/Ekonomi Manusia - Kebutuhan Primer, Sekunder, Tersier, Jasmani, Rohani, Sekarang, Masa Depan, Pribadi dan Sosial

Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis dan macam barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia sejak lahir hingga meninggal dunia tidak terlepas dari kebutuhan akan segala sesuatunya. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan diperlukan pengorbanan untuk mendapatkannya. 

Di bawah ini akan diberikan jenis, macam aneka ragam definisi atau pengertian dari tiap-tiap kebutuhan manusia selama hidupnya di dunia : 

A. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Tingkat Kepentingan / Prioritas 

1. Kebutuhan Primer
Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang benar-benar amat sangat dibutuhkan orang dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Contohnya adalah seperti sembilan bahan makanan pokok / sembako, rumah tempat tinggal, pakaian, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan Sekunder
Kebutuhan sekunder adalah merupakan jenis kebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan pokok primer telah semuanya terpenuhi dengan baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang kebutuhan primer. Misalnya seperti makanan yang bergizi, pendidikan yang baik, pakaian yang baik, perumahan yang baik, dan sebagainya yang belum masuk dalam kategori mewah.

3. Kebutuhan Tersier / Mewah / Lux
Kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan kebutuhan skunder. Contohnya adalah mobil, antena parabola, pda phone, komputer laptop notebook, tv 50 inchi, jalan-jalan ke hawaii, apartemen, dan lain sebagainya.

B. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Sifat 

1. Kebutuhan Jasmani / Kebutuhan Fisik

Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan badan lahiriah atau tubuh seseorang. Contohnya seperti makanan, minuman, pakaian, sandal, pisau cukur, tidur, buang air kecil dan besar, seks, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan Rohani / Kebutuhan Mental
Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang dibutuhkan seseorang untuk mendapatkan sesuatu bagi jiwanya secara kejiwaan. Contohnya seperti mendengarkan musik, siraman rohani, beribadah kepada Tuhan YME, bersosialisasi, pendidikan, rekreasi, hiburan, dan lain-lain.

C. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Waktu
 
1. Kebutuhan Sekarang

Kebutuhan sekarang adalah kebutuhan yang benar-benar diperlukan pada saat ini secara mendesak. Contoh adalah kebelet pipis, makan karena sangat lapar, pengobatan akibat kecelakaan, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan Masa Depan

Kebutuhan masa depan adalah kebutuhan yang dapat ditunda serta dipenuhi di lain waktu di masa yang akan datang. Contoh yaitu pergi haji, pendidikan tinggi, pahala untuk bekal akherat, membeli mobil toyota yaris terbaru, dan lain sebagainya.

D. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Subjek / Subyek Penggunanya
 
1. Kebutuhan Individual / Individu / Pribadi

Kebutuhan individu adalah jenis kebutuhan yang dibutuhkan oleh orang perseorangan secara pribadi. Contohnya adalah sikat gigi, menuntut ilmu, sholat lima waktu, makan, dan banyak lagi contoh lainnya.

2. Kebutuhan Sosial / Kolektif

Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan berbagai barang dan jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan sosial suatu kelompok masyarakat. Contohnya adalah jalan umum, penerangan tempat umum, berserikat mengeluarkan pendapat, berbisnis, berorganisasi, dan lain-lain.





KEPENTINGAN INDIVIDU UNTUK MEMPEROLEH KEDUDUKAN PADA KELUARGA


12 Sosialisasi menurut sudut pandang masyarakat adalah proses penyelarasan individu-individu baru anggota masyarakat ke dalam pandangan hidup yang terorganisasi dan mengajarkan mereka tradisi-tradisi budaya masyarakatnya. Dengan kata lain sosialisasi adalah tindakan mengubah kondisi manusia dari human-animal menjadi human-being untuk menjadi mahluk sosial dan anggota masyarakat sesuai dengan kebudayaannya. Sedang arti individual, sosialisasi merupakan suatu proses mengembangkan diri. Melalui interaksi dengan orang lain, seseorang memperoleh identitas, mengembangkan nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi. Artinya sosialisasi diperlukan sebagai sarana untuk menumbuhkan kesadaran diri. Bagi individu sosialisasi memiliki fungsi sebagai pengalihan sosial dan penciptaan kepribadian.
Sosialisasi memiliki fungsi untk mengembangkan komitmen-komitmen dan kapsitas-kapasitas yang menjadi prasyarat utama bagi penampilan peranan mereka di masa depan. Komitmen yang perlu dikembangkan ialah mengimplementasikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat untuk menampilkan suatu peranan tertentu yang khusus dan spesifik dalam struktur masyarakat. Sementara kapasistas yang perlu dikembangkan dalam kemampuan atau keterampilan untuk menunjukkan kewajiban-kewajiban yang melekat dalam peran-peran yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan dan kemampuan untuk hidup dengan orang lain yang memiliki harapan-harapan untuk saling menyesuaikan perilaku antara pribadi sesuai dengan peran-peran yang dimiliki.
Pentingnya sosialisasi dalam kehidupan masyarakat didasarkan atas kualitas-kualitas bawaan (Inbon Qualities) yang dimiliki oleh manusia itu sendiri semisal ketiadaan insting-insting padanya, ketergantungan periode masa kanak-kanak yang cukup panjang, kecakapan untuk belajar, kemampuan atau kapasitas untuk berbahasa dan kebutuhan untuk melakukan hubungan sosial. Di dalam diri manusia bukanlah insting melainkan kecenderungan-kecenderungan biologis (biological drives). Kecenderungan-kecenderungan ini kalau tidak dibimbing melalui belajar cenderung hanya mengahasilkan kegelisahan dan pencarian tingkah laku. Disisi lain, ketergantungan manusia pada masa kanak-kanak terutama kepada orangtuanya, adalah satu kenyataan yang menunjukkan dirinya membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa berkembang menuju kehidupan yang mandiri. Sebenarnya dengan faktor kebergantungan maka akan memberi peluang bagi manusia untuk bersosialisasi, karena sesungguhnya manusia juga memiliki kemampuan untuk belajar lebih banyak dan lebih lama dibanding mahluk lainnya. sedang kemampuan berbahasa sebagai faktor untuk melakukan sosialisasi, akan memberi kemudahan manusia dari keterbatasan fisik dalam melakukan interaksi dengan sesamanya. Faktor lain yang menentukan proses sosialisasi yang perlu disadari, bahwa manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan hubungan sosial dengan manusia lain dalam lingkungan kelompoknya. Disamping manusia memiliki kemampuan bawaan untuk hidup di tengah-tengah masyarakat harus mematuhi norma-norma tetentu, karena dalam kapsitasnya sebagai mahluk sosial ia memiliki potensi bawaan untuk hidup bermasyarakat yang perlu dikembangkan agar lebih berarti dengan cara pengkondisian sedemikian rupa melalui tingkat kematangan dan belajar dari agent of sosialization, seperti orangtua (keluarga) atau teman sebaya.






.....:::::STUDI KASUS:::::.....


Mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi mendengarnya. Hampir setiap minggu, media massa menyodorkan kepada kita tentang masalah sosial tersebut. Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Segala sesuatu yang tidak bisa dilakukan dengan cara damai, jawabannya pasti dengan tawuran. Bukan hanya tawuran antar pelajar atau warga saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak atau elektronik, tetapi aparat pemerintah pun sepertinya tidak ingin ketinggalan pula. Kasus penggusuran tanah di Sulawesi Selatan beberapa waktu yang lalu, yang menyebabkan tawuran antara Satpol Pamong Praja dengan masyarakat adalah bukti dari kearogansian pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi.

Peristiwa tawuran baru-baru ini terjadi di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Kehangatan setelah melaksanakan hari raya Idul Fitri, seolah hanya dianggap angin lalu. Yang mencengangkan, bahwa sepanjang tahun ini telah terjadi sebelas kali tawuran yang melibatkan masyarakat antar desa yang berbeda di Lombok Tengah (TPI/28 Oktober 2006). Menurut penuturan salah satu tokoh masyarakat yang diwawancarai oleh Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) beberapa waktu setelah kejadian, persoalan tawuran tersebut banyak di picu oleh hal-hal yang sepele, misalnya kalah main kartu, saling menggoda wanita, dll. Perubahan sosial yang diakibatkan karena sering terjadinya tawuran, mengakibatkan norma-norma menjadi terabaikan. Selain itu, menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek hubungan sosial (social relationship) atau R.M. Maclver dan Charles H. Page menyebutnya perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial (lihat buku : Society, an introductory analysis). Sedangkan Dahrendorf (1986:197-198) berpendapat bahwa anggapan dasar untuk memahami proses perubahan sosial lewat pendekatan konflik (conflict approach) adalah : 1. Setiap masyarakat -dalam setiap hal- tunduk kepada proses perubahan; perubahan sosial terdapat di mana-mana; 2. Setiap masyarakat -dalam setiap hal– memperlihatkan pertikaian dan pertentangan; pertentangan sosial terdapat di mana-mana; 3. Setiap unsur dalam masyarakat memberikan kontribusi terhadap perpecahan dan perubahannya; 4. Setiap masyarakat didasarkan atas penggunaan kekuasaan oleh sejumlah anggotanya terhadap anggotanya yang lain. Dalam bukunya yang berjudul “Dinamika Masyarakat Indonesia”, Prof. Dr. Awan Mutakin, dkk berpendapat bahwa sistem sosial yang stabil (equilibrium) dan berkesinambungan (kontinuitas) senantiasa terpelihara apabila terdapat adanya pengawasan melalui dua macam mekanisme sosial dalam bentuk sosialisasi dan pengawasan sosial (kontrol sosial).


OPINI :

setiap kelompok harus menyadari terlebih dahulu bahwa diantara mereka terjadi situasi konflik yang melanggar norma-norma yang berlaku. Kemudian, tahap selanjutnya adalah bagaimana kita bisa melakukan pengarahan, pembinaan, atau bimbingan terhadap masyarakat.  

BAB 7 MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN

CIRI-CIRI DESA
Desa adat yaitu suatu desa yang memiliki perbedaan status, kedudukan dan fungsi dengan desa dinas (desa administratif pemerintahan). Baik yang ditinjau dari segi pemerintahan maupun dari sudut pandangan masyarakat. Desa adat ialah desa dari fungsinya dibidang adat (desa yang hidup secara tradisionalsebagai perwujudan darilembaga adat)”. Sedang ”Desa dinas” dilihat dari fungsinya di bidang pemerintahan merupakan lembaga pemerintah yang paling terbawah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.


- Mempunyai batas - batas tertentu yang jelas. Umumnya berupa batas alam seperti sungai, hutan, jurang, bukit atau pantai.
- Mempunyai anggota (krama yang jelas),dengan persyaratan tertentu
- Mempunyai kahyangan tiga atau kahyangan desa, atau pura lain yang mempunyai fungsi dan pernanan sama dengan kahyangan tiga.
- Mempunyai otonomi, baik ke luar maupun ke dalam.
- Mempunyai suatu pemerintahan adat, dengan kepengurusan (prajuru adat) sendiri.



Desa otonom adalah desa yang memiliki otonomi untuk mengurus sendiri urusannya, di antaranya yaitu membuat kebijakan sendiri di lingkup wilayahnya dan memilih sendiri kepala desa melalui pemilihan kepala desa.



cirinya :
- memiliki kewenangan membuat kebijakan sendiri dalam lingkup wilayahnya
- memiliki kewenangan sendiri untuk memilih kepala desa yang dipilih oleh masyarakat desa melalui pemilihan kepala desa

Desa administratif adalah desa-desa baru yang dibentuk oleh prakarsa masyarakat
dan/atau kebijakan pemerintah, namun tidak memiliki otonomi.


cirinya :
- tidak memiliki otonomi, sehingga tidak memiliki ciri seperti desa otonom


kelurahan = wilayah yang memiliki tingkat di bawah kecamatan. sekumpulan beberapa kelurahan akan membentuk 1 kecamatan. kelurahan hanya ada di wilayah kota. kelurahan dipimpin oleh seorang kepala lurah.


cirinya : hanya ada di kota, tidak ada di kabupaten. artinya, kelurahan hanya ada di wilayah yang bercirikan non agraris (penduduknya mayoritas bukan bermata pencaharian di bidang pertanian).




MENYEBUTKAN CIRI-CIRI PEDESAAN




Adapun yang menjadi ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :

a) Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat
pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya;
b) Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (Gemeinschaft atau paguyuban).
c) Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya sebagai pengisi waktu luang.
d) Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat-istiadat dan sebagainya.
Oleh karena anggota masyarakat mempunyai kepentingan pokok yang hampir sama, maka mereka selalu bekerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Seperti pada waktu mendirikan rumah, upacara pesta perkawinan, memperbaiki jalan desa, membuat saluran air dan sebagainya, dalam hal-hal tersebut mereka akan selalu bekerjasama.

Bentuk-bentuk kerjasama dalam masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong.

Pekerjaan gotong-royong pada waktu sekarang lebih populer dengan istilah kerja bakti misalnya memperbaiki jalan, saluran air, menjaga keamanan desa (ronda malam) dan sebagainya.

Sedang mengenai macamnya pekerjaan gotong-royong (kerja bakti) itu ada dua macam, yaitu :
a) Kerja bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri (biasanya diistilahkan dari bawah).

b) Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari masyarakat itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).

Kerjasama jenis pertama biasanya, sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka, sedang jenis kedua biasanya sering kurang dipahami kegunaannya.





:::....STUDI KASUS...:::




Masalah Kepadatan Penduduk di Indonesia 

Dilihat dari jumlah penduduknya Indonesia termasuk negara terbesar ketiga 

diantara negara-negara sedang berkembang setelah Gina dan India. Hasil pencacahan lengkap sensus penduduk 1990, penduduk Indonesia berjumlah 179,4 juta jiwa. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, julah penduduk pada tahun 1995 
mencapai 195,3 juta jiwa. Kepadatan di 27 Propinsi masih belum merata. Berdasarkan sensus penduduk tahun 1990 sekitar 60% penduduk tinggal di Pulau Jawa, padahal luas Pulau Jawa hanya sekitar 7% dari seluruh wilayah daratan Indonesia. Dilain pihak, Kalimantan yang memiliki 28% dari luas total, hanya dihuni oleh 5% penduduk Indonesia. Dengan demikian kepadatan penduduk secara regional juga sangat timpang, sementara kepadatan per kilometer persegi di Pulau Jawa mencapai 814 orang, di 
Maluku dan Irian Jaya hanya 7 orang

Permasalahan yang timbul: 
Ketidakseimbangan kepadatan penduduk ini mengakibatkan ketidakmerataan pembangunan baik phisik maupun non phisik yang selanjutnya mengakibatkan keinginan untuk pindah semakin tinggi. Arus perpindahan penduduk biasanya bergerak dari daerah yang agak terkebelakang pembangunannya ke daerah yang 
lebih maju, sehingga daerah yang sudah padat menjadi semakin padat.

OPINI :

Untuk memecahkan masalah ini dilaksanakan program pepindahan penduduk dari daerah padat ke daerah kekurangan penduduk, yaitu program transmigrasi. Sasaran utama program transmigrasi semula adalah untuk mengurangi kelebihan penduduk di Pulau Jawa. Tetapi ternyata jumlah penduduk yang berhasil di transmigrasikan keluar Jawa sangat kecil jumlahnya.